Pakar Tak Setuju PeduliLindungi Dianggap Melanggar HAM oleh Kemenlu AS, Ini Alasannya

0
126

Pertama.id – Pakar Keamanan Siber Alfons Tanujaya mengakui kebocoran data di Indonesia cukup serius.

Menurut dia, pemerintah harus berupaya untuk mencegah potensi kebocoran data.

Meski begitu, Alfons menilai penggunaan PeduliLindungi merupakan hal yang benar dan harus dilakukan secara konsisiten.

“Kalau data bocor, ya, harus segera dipelajari dan evaluasi mengapa bocor dan bekerja keras supaya tidak bocor lagi,” kata Alfons kepada JPNN.com, Jumat (15/4).

Hal itu disampaikan Alfons dalam menanggapi tuduhan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Amerika Serikat yang menyebut PeduliLindungi melanggar hak asasi manusia (HAM).

Diketahui, Kemenlu AS menyoroti kekhawatiran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tentang informasi dan data masyarakat pada aplikasi PeduliLindungi yang disimpan dan digunakan oleh pemerintah.

“Alangkah baiknya kalau LSM yang menuding itu memberikan saran bagaimana memperbaiki dan jangan sampai diri sendiri juga mengalami kebocoran data yang memalukan,” ujar dosen di Universitas Prasetiya Mulya itu.

Alfons mengakui penanganan data pada awalnya memang kurang baik tetapi fokus dan perhatian yang hanya pada penganan kebocoran data akan membuat pandemi Covid-19 menyebabkan korban yang lebih banyak.

Untuk itu, lanjut dia, prioritas utama yang harus diperhatikan ialah kebermanfaatan aplikasi PeduliLindungi untuk menekan penularan Covid-19.

“Jelas perlindungan kesehatan masyarakat jauh lebih penting daripada hak individu. Saya tidak bisa mengerti ada yang ingin mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan umum/masyarakat,” tandas Alfons Tanujaya.

Sebelumnya, Kemenlu AS menyebut aplikasi PeduliLindungi dalam daftar pelanggaran HAM di Indonesia.

Sebab, PeduliLindungi menyimpan data pribadi masyarakat. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menyebut tuduhan tersebut tidak mendasar.

“Tuduhan aplikasi ini tidak berguna dan juga melanggar HAM adalah sesuatu yang tidak mendasar,” tutur Nadia.

Sumber : JPNN

LEAVE A REPLY