Jawaban KPU Surabaya Terkait Surat Tri Rismaharini Dianggap Plin-Plan

    0
    253

    Pertama.id – Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya dengan nomor perkara 88/PHP.KOT-XIX/2021 telah memasuki agenda mendengarkan keterangan KPU Kota Surabaya (termohon), pasangan calon Eri Cahyadi-Armudji (pihak terkait), dan Bawaslu Kota Surabaya (pihak terkait). Sidang digelar Selasa (2/2)di gedung MK ( Mahkamah Konstitusi) di Jakarta Pusat.

    Dalam sidang yang dimulai pukul 11.00 dan bisa disaksikan secara streaming itu, majelis hakim di persidangan yaitu Arief Hidayat sebagai ketua majelis serta Saldi Isra dan Manahan MP Sitompul sebagai hakim anggota. Majelis hakim banyak mendalami soal surat Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk warga. Surat itu didalilkan pemohon ,yaitu pasangan calon nomor urut 2 Machfud Arifin-Mujiaman sebagai salah satu pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif.

    ”Saudara mengetahui tidak surat Bu Risma ini,” tanya Saldi Isra kepada termohon. Mendapat pertanyaan itu, kuasa hukum termohon, Sri Sugeng, mengaku tidak mengetahuinya. Lalu hakim Saldi menanyakan tentang leaflet dari paslon Eri Cahyadi-Armuji yang disebarkan satu amplop dengan surat Risma.

    Karena kuasa hukum termohon tidak mengetahuinya, Saldi pun meminta termohon untuk menjawabnya sendiri. ”Coba Anda dari KPU menjawabnya. Jangan diserahkan ke kuasa hukum saja,” ujar Saldi.

    Komisioner KPU Surabaya Divisi Hukum dan Pengawasan Agus Turcham yang hadir di ruang sidang berusaha memberikan jawaban. ”Terkait surat Bu Risma, kami tidak mengetahui karena itu bukan bagian dari kampanye. Bukan alat kampanye, tapi bahan kampanye,” kata Agus.

    Hakim Saldi lalu kembali menanyakan dan menunjukkan ”Surat Bu Risma ini apa namanya?” tanyanya lagi.

    ”Ya kalau saya melihatnya itu surat, begitu saja,” jawab termohon. ”Bukan merupakan bagian dari bahan kampanye sesuai dengan ketentuan yang kami pahami selama ini. Begitu,” ungkap termohon.

    Hakim Saldi kembali menanyakan tentang surat Risma tersebut sambil menunjukkan ke arah termohon. ”Tapi bahwa ini ada, Anda tahu tidak?” tanya Saldi kembali.

    Kali ini, termohon menjawab mengetahui surat Risma tersebut. ”Pernah tahu sebenarnya,” ujar Agus.

    Hal itu membuat Saldi menilai jawaban termohon tidak konsisten. ”Ini sudah mulai bergeser saudara,” ujar Saldi.

    Atas jawaban dari termohon itu, tim advokasi Machfud Arifin-Mujiaman menyatakan bahwa hal itu mengonfirmasi dan menguatkan dalil pemohon Machfud Arifin-Mujiaman. Yaitu tentang pelanggaran yang bersifat tersturktur sistematis dan masif  di Pilkada Surabaya.

    ”Dalil pemohon tentang keterlibatan aktif Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dalam pemenangan Eri Cahyadi-Armuji melalui penyebaran surat Risma dan video Risma untuk warga Kota Surabaya tidak dibantah oleh pihak perkait dan termohon,” kata Veri Junaidi, ketua tim advokasi MA-Mujiaman. ”Bahkan termohon dan pihak terkait tidak bisa menjelaskan dari mana asal-usul Risma mendapatkan alamat rumah warga Surabaya untuk mengirimkan surat tersebut. Sehingga patut diduga informasi demikian justru diperoleh karena kedudukan yang bersangkutan sebagai wali kota,” lanjutnya.

    Veri juga menyoroti soal izin kampanye Risma untuk mendukung pasangan calon Eri Cahyadi-Armudji. Dalam sidang, KPU mengungkapkan hanya menerima surat tembusan izin kampanye Risma dua kali.

    ”Ini aneh. Wali Kota Tri Rismaharini sangat aktif menjadi juru kampanye pemenangan Eri-Armudji, namun hanya izin dua kali,” ucap Veri.

    Tim advokasi Machfud Arifin-Mujiaman juga menyoroti kinerja Bawaslu Surabaya yang tidak menjalankan pengawasan dengan seharusnya. Berdasarkan jumlah pelanggaran yang terjadi, Bawaslu Surabaya hanya menemukan sembilan pelanggaran. ”Padahal terdapat 53 dugaan pelanggaran yang terjadi. Artinya, Bawaslu Kota Surabaya tidak melakukan fungsi pengawasan secara optimal,” ucap Veri.

    Veri menegaskan, Bawaslu Surabaya juga tidak melakukan fungsi penegakan hukum dengan optimal. Adanya dugaan pelanggaran pidana maupun administrasi tidak ditindaklanjuti dengan baik.

    Bahkan, ketidakwajaran laporan dana kampanye Eri Cahyadi-Armudji sebesar Rp 0 tidak dijadikan temuan ataupun dilakukan proses penegakan hukum meskipun secara terang Bawaslu menunjukkan adanya aktivitas kampanye yang dilakukan oleh Eri Cahyadi-Armudji.

    Terpisah, kuasa hukum pasangan calon Eri Cahyadi-Armudji, Arif Budi Santoso, memaparkan sejumlah bukti dan dasar hukum yang mematahkan gugatan Machfud Arifin-Mujiaman. Salah satunya bahwa Machfud-Mujiaman tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam sengketa Pilkada Surabaya.

    “Hal ini karena untuk bisa mengajukan permohonan, pemohon (Machfud-Mujiaman) harus memenuhi syarat permohonan perselisihan hasil pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (2) huruf d UU 10/2016,” ujar Arif.

    Dia menegaskan, pemberlakuan ambang batas selisih perolehan suara sesuai UU 10/2016 telah dilakukan secara konsisten oleh Mahkamah Konstitusi dengan pertimbangan-pertimbangan hukum yang telah mapan. “MK selalu konsisten dalam penerapan ambang batas. Pertimbangan hukumnya mapan dan kuat, sebagaimana tertuang di yurisprudensi banyak putusan MK terkait sengketa pilkada di berbagai daerah,” ujar Arif.

    Sumber : JatimTimes

    LEAVE A REPLY