Revisi Permentan No 33 Tahun 2018 Tetap Utamakan Kemitraan

0
458

Pertama.id-Kementerian Pertanian telah merevisi Permentan Nomor 26 tahun 2017 menjadi Permentan Nomor 33 tahun 2018.

Revisi ini merupakan yang kedua kalinya dilakukan. Pasalnya, pada Juli lalu, sempat terbit Permentan Nomor 30 tahun 2018 yang kemudian direvisi menjadi Nomor 33.

Menurut Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita, revisi yang dilakukan dalam waktu singkat ini untuk menyesuaikan dengan kebijakan World Trade Organization (WTO). Apalagi, Indonesia adalah bagian dari organisasi di bawah naungan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) itu.

“Kami revisi demi seluruh anggota WTO. Perubahan itu benar-benar tidak dapat dihindari demi kepentingan nasional dalam perdagangan dunia,” ujar dia dalam kegiatan sosialisasi revisi Permentan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) di Bandung, Jumat (24/8).

Salah satu poin penting dalam revisi itu adalah dihapusnya kata wajib bagi industri pengolahan susu (IPS) menjalin kemitraan dengan peternak sapi peras.

Dengan begitu, pelaku usaha akan sadar secara pribadi. “Mau enggak mau kita membangun peternak sapi perah sendiri, membangun integritas sendiri dengan mengurangi impor,” tambah dia.

Diarmita menambahkan, saat ini peternak sedang galau karena pemerintah selalu mengimpor. Hal tersebut karena kurangnya kesediaan SSDN dan hanya mampu memasok 20,69 persen atau 897,8 juta liter dari total kebutuhan nasional 4,3 miliar liter setara susu segar tiap tahun.

Untuk itu, dengan adanya revisi Permentan, pemerintah akan melakukan pembenahan. Dia pun meminta agar peternak tak perlu galau, karena pemerintah akan turun langsung agar peternak bisa menjalin kemitraan dengan IPS.

“Saya akan turun sendiri ke daerah untuk meyakinkan peternak sapi perah agar jangan galau. IPS dan gabungan pengusah sapi perah harus tetap menggandeng peternak. Dan itu tanggung jawab pemerintah untuk menjaminnya,” tegas Diarmita. (cuy/jpnn)

LEAVE A REPLY