Bupati Alor di NTT Bisa Didiskualifikasi, Begini Alasannya

0
564

Pertama.id-Bupati Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, Amon Djobo berpotensi didiskualifikasi dari jabatannya lantaran melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada. Amon Djobo diduga melakukan mutasi aparatur sipil negara (ASN) di kabupaten Alor yang menyalahi UU Pilkada.

Hal tersebut disampaikan Heriyanto, Kuasa Hukum Pelapor kasus mutasi ASN Kabupaten Alor Roberth J Tubulau ketika menyerahkan berkas laporan ke Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) RI di Jakarta, Selasa (12/3) kemarin.

Heriyanto mengatakan bahwa Bupati Alor sudah jelas melanggar Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada karena melakukan mutasi, pemberhentian (nonjob), dan pemecatan terhadap 1.381 ASN selama enam bulan sebelum Pilkada, 27 Juni 2018.

“Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada jelas mengatur larangan bagi Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri. Tetapi ini dilakukan Amon Djobo di Alor,” ujar Heriyanto.

Menurut Heriyanto, penetapan pasangan calon kepala daerah Pilkada Serentak 2018 dilakukan pada 12 Februari 2018. Ketika itu, sebagai petahana, Amon Djobo dan pasangannya Imran Duru juga ditetapkan menjadi paslon bupati-wakil bupati Kabupaten Alor.

Namun, menurut dia, dalam kurung waktu 6 bulan sebelum tanggal 12 Februari 2018, Amon Djobo telah melakukan mutasi ASN secara berkala.

“Kami ada datanya, dalam kurung waktu 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon hingga masa jabatan berakhir, Maret tahun ini, Amon Djobo telah melakukan mutasi ASN, sejak September 2017 hingga Desember 2018 sebanyak 698 orang pejabat ASN,” beber dia.

Dari rangkaian peristiwa ASN yang dimutasi, menurut Heriyanto secara jelas Amon Djobo melanggar Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada. Sanksi terhadap pelanggaran pasal tersebut bisa dibatalkan pencalonannya sebagai Bupati Kabupaten Alor sebagaimana diatur dalam Pasal 71 ayat (5) UU Pilkada tersebut.

Pasal 71 ayat (5) tersebut mengatakan, “Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota”.

“Jadi, seharusnya Bawaslu membatalkan pencalonan Amon Djobo-Imran Daru atas pelanggaran Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada. Kasus mutasi yang berujung pada pembatasalan pasangan sudah pernah terjadi, yakni di Pilkada Boalemo dan Kota Parepare,” tutur dia.

Heriyanto menyebut beberapa kasus kandidat petahana yang pernah dibatalkan atau didiskualifikasi. Di antaranya adalah Mahkamah Agung (MA) mencoret calon petahana Rum Pagau-Lahmuddin Hambali sebagai Calon Bupati-Wakil Bupati Boalemo, Gorontalo. Sebab, Rum memecat direksi rumah sakit dalam waktu 6 bulan sebelum pilkada serentak pada Februari 2017.

Kasus yang sama dialami pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Parepare, Taufan Pawe-Pangerang Rahim di Pilkada Serentak 2018. Taufan Pawe-Pangerang Rahim dibatalkan sebagai paslon berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kota Parepare karena salah alasannya melakukan mutasi ASN dalam waktu 6 bulan sebelum pilkada serentak 2018 berlangsung.

Adapun rekomendasi Komisi ASN (KASN) yang menjadi novum baru dikeluarkan pada 27 Februari 2019 dan ditujukan kepada Bupati Amon Djobo yang merugikan sejumlah ASN.

Dalam sejumlah kesempatan, Amon Djobo menegaskan bahwa dirinya tidak menyalahi aturan manapun. Salah satunya karena kebijakan dan tindakan itu dilakukan bukan terhadap pimpinan instansi tetapi kepada sejumlah staf yang tidak harus diambil sumpahnya. Selain itu, beberapa ASN tersebut juga tidak disiplin sehingga harus diberikan sanksi.

Terbukti Sewenang-wenang

Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sudah merekomendasikan bahwa keputusan Bupati Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Amon Djobo, terkait mutasi, pemberhentian (nonjob), dan pemecatan 1.381 aparatur sipil negara (ASN) dibatalkan.

Rekomendasi tersebut menjadi salah satu bukti melaporkan Bupati Amon Djobo ke Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu).

Laporan ke Bawaslu di Jakarta, Selasa (12/3), disampaikan oleh Roberth J Tubulau yang merupakan warga Desa Welai Timur, Kecamatan Teluk Mutiara, Kabupaten Alor, NTT. Saat melapor dan menyerahkan sejumlah bukti, Roberth didampingi kuasa hukum Heriyanto.

“Kami serahkan rekomendasi KASN dan sejumlah bukti terkait dengan kebijakan yang sewenang-wenang tersebut,” kata Roberth.

Menurut Roberth, laporan itu disampaikan karena ada kebijakan Bupati Alor yang sudah menyalahi sejumlah aturan. Hal itu dibenarkan dengan rekomendasi KASN bahwa kebijakan Amon Djobo sudah tidak sesuai dengan berbagai perundang-undangan.

Heriyanto selaku kuasa hukum menambahkan bahwa kebijakan mutasi, pemberhentian (nonjob), dan pemecatan terhadap 1.381 ASN itu sangat bermuatan politk. Untuk itulah kami mendorong masyarakat untuk melaporkan Bupati Alor Amon Djobo.

“Rekomendasi KASN ini membuktikan bahwa kebijakan Bupati Amon Djobo menggunakan kewenangannya untuk kepentingan politik yang menguntungkan dirinya. Apalagi tindakan tersebut menjelang pemilihan kepala daerah beberapa waktu lalu,” ujar Heriyanto.

Sebelumnya, dua ASN yang menjadi korban rekayasa Amon Djobo, Zet Laatang dan Muhammad Nasir, berharap rekomendasi KASN tersebut perlu ditindaklanjuti. Bahkan, keduanya berharap proses hukum dan politik harus terus dilakukan.

“Setelah rekomendasi KASN, kami berharap proses lebih lanjut akan terus dilaksanakan. Bupati harus mempertanggungjawabkan keputusannya,” ujar Zet.

Rekomendasi KASN yang ditandatangani Ketua KASN Sofian Effendi dan ditujukan kepada Bupati Alor Amon Djobo tertanggal 27 Februari 2019 menyebutkan telah menerima pengaduan pada tanggal 23 Januari 2019 terkait mutasi, pemberhentian (nonjob), dan pemecatan atas sejumlah ASN yang terdiri dari eselon III, IV, guru sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP).

Dalam putusannya, sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, KASN memberikan delapan rekomendasi terkait kebijakan mutasi, pengangkatan dan pemberhentian pada jajaran administrasi, pengawas, pelaksana, dan jabatan fungsional di Pemkab Alor.

Selain menerima pengaduan dari para korban, KASN juga dikabarkan sudah memeriksa Sekretaris Daerah (Sekda) Alor Hopni Bukang bersama Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) pada 5-8 Februari 2019 lalu.(fri/jpnn)

LEAVE A REPLY